Selasa, 08 November 2011

guru besar

Maryono; Guru Besar Unej yang Getol Kampanye Bersepeda Pancal

Rektor Sempat Pangling, Mampu Tur Sejauh 70 Km

Bagi guru besar yang satu ini, sepeda pancal bisa dikata segala-galanya. Dengan bersepeda, dia banyak mendapat manfaat dan menemukan arti filosofis bersepeda. Seperti apa?
Hoby Maryono naik bersepeda sebenarnya sudah dilakukan sejak puluhan tahun silam saat dia masih anak-anak. Karena banyak melakukan aktivitasnya bersepeda itulah, kebiasaan itu terus terbawa. ”Dulu adanya kan hanya sepeda, jadinya ke mana-mana naik sepeda mulai ke sawah sampai ke sekolah,” katanya. Kebiasaan itu tetap terbawa hingga dia menjadi guru SD di Banyuwangi pada 1967. Bahkan, saat ada kesempatan kuliah di Fakultas Ilmu Pendidikan Unej (kini FKIP, Red) tahun 1973, dia tetap bersepeda. ”Termasuk mendapat kesempatan mengajar di fakultas, saya tetap bersepeda sampai sekarang,” katanya.
Kini, saat menjadi guru besar, kebiasaan bersepada tetap dia lakukan meski intensitasnya tidak seperti dulu. ”Saya selalu menyempatkan diri untuk bersepeda, minimal tiga kali seminggu,” kata pria yang Desember nanti genap berusia 61 tahun itu.
Bagi kakek seorang cucu ini, bersepeda bukan hanya sekadar mencari keringat, namun memiliki arti filosofi yang luas bagi kehidupan. Dengan bersepeda, kata dia, fisik jelas akan terjaga dan tetap sehat. ”Saya butuh sehat, karena dengan sehat saya bisa menjaga apa yang telah Tuhan berikan,” kata pria yang juga pembina PITI Jember ini.
Di luar itu, bersepeda juga dapat mengasah kecerdasan emosi atau emotional quotient (EQ) dan emotional spiritual quotient (ESQ). ”Saat bersepeda emosi seseorang dapat terjaga, sehingga orang dapat menjadi penyabar,” katanya. Dia mencontohkan, saat ada jalan menanjak mau tidak mau seseorang harus berjalan dengan sabar sesuai dengan kemampuannya. ”Kalau tidak sabar bisa-bisa sakit pinggang,” katanya.
Sifat penyabar itu kata dia sangat dibutuhkan di semua jenis profesi. Orang yang emosinya meledak-ledak, kata dia, hasil kerjanya tidak akan maksimal. ”Bagi pendidik seperti saya ini, sabar adalah kunci,” tambahnya.
Kaitannya dengan ESQ, menurut dia, dengan emosi yang terjaga tidak menutup kemungkinan seseorang akan menjadi penyabar. ”Orang yang sabar kan kekasih Allah,” ujarnya. Dan fungsi yang ketiga, menurut dia, adalah dampak sosial dan ekonomi karena bersepeda tidak perlu membeli bahan bakar. ”Yang paling utama dengan bersepeda saya ingin memberikan contoh pentingnya kesabaran serta kesederhanaan dalam hidup ini,” ungkapnya.
Wibawa dan harga diri seseorang, kata dia, tidak perlu ditunjukkan dengan tampilan yang serba mewah. Setelah lama bergelut dengan sepeda, kini suami dari Soesilowati itu memiliki kegiatan yang sangat dia nikmati, yaitu berkumpul sekaligus memimpin komunitas penghobi sepeda kuno di Jember. ”Karena keaktifan dan kepedulian saya terhadap sepeda, akhirnya teman-teman mendapuk saya jadi ketua di Pit Onthel Jember (POJ),” katanya.
Diakuinya, kini dengan adanya POJ semakin banyak teman dari berbagai lapisan masyarakat yang dikenalnya. ”Saya punya teman tukang las, pegawai bank, pengusaha, polisi, direktur perusahaan, dan masih banyak lagi,” katanya.
Khusus sepeda kuno, Maryono mengaku tantangan yang dihadapi adalah saat mengumpulkan atau mengoleksi. ”Terutama aksesorinya, lampu yang seperti ini saja bisa mencapai harga Rp 600 ribu,” ungkapnya sambil menunjuk gambar lampu kuno di buku.
Ada satu kejadian saat dirinya naik sepeda onthel ke kampus untuk mengajar. Pagi itu, rektor Unej sedang berjalan kaki di seputar kampus, karena lewat di depannya, akhirnya Mariyono mengucap salam. ”Permisi Pak Rektor, selamat pagi,” ungkapnya sambil membungkuk menirukan gayanya waktu itu.
Karena dia menggunakan topi yang selalu digunakan saat bersepeda, rektor tersebut tak mengenalinya. ”Baru setelah saya buka topi, beliau langsung kaget bukan main, ternyata yang menyapa tadi itu saya,” katanya sembari tertawa mengingat kejadian itu. Kini, meski usianya tak muda lagi, dia tetap sehat dan mampu bersepeda jarak jauh. Bersepeda ke Tanggul, Watu Ulo, sejauh 70 kilometer (PP) sering dilakoni bersama teman-temannya. (Wisnu Radar Jember )

Jawa Pos Radar Jember Agustus 2008

HEMAT DAN SEHAT: Dengan berpakaian rapi, Agus Alim karyawan Bank Mandiri yang juga anggota POJ Jember berangkat ke kantor dengan naik sepeda pancal.

Berangkat Kerja Naik Sepeda Ontel

JEMBER- Kampanye hemat energi yang diserukan pemerintah ternyata sudah dilakukan komunitas sepeda pancal di Jember. Salah satunya yang dilakukan Agus Alim, salah satu dari anggota Pit Ontel Jember (POJ).
Setiap kali berangkat dan pulang kerja di Bank Mandiri, warga Jl A Yani ini selalu naik sepeda pancal. “ Sejak momentum BBM naik, saya menggunakan sepeda ontel berangkat dan pulang kerjanya, Insya Allah sampai pensiun nanti,”ungkapnya.
Menurut dia, banyak manfaat yang diperoleh dengan menggunakan sepeda ontel tersebut. “ Selain sehat, dari sisi ekonomi jelas hemat biaya, dan hemat penggunaan BBM,’’ kata Agus yang mengaku bisa berhemat hingga berpuluh-puluh ribu itu.
Diakuinya, sosialisasi kepada warga lain untuk berhemat energi dengan berspeda ontel telah dilakukan perkumpulannya. Bahkan di belakang sepedanya Agus sengaja memasang tulisan Pit Hemat dan Sehat. ‘’Harapan saya semua orang bisa membacanya,’’kata staf Bagian Umum Bank Mandiri ini.
Apa yang dilakukan ini berawal dari hoby yang telah dilakoninya sejak 5 tahun lalu. Apalagi setelah bergabung dengan komunitas pecinta speda ontel di Jember. “ Karena saya sering menggunakan sepeda pancal, sepeda motor di rumah sering makrak tidak banyak digunakan kecuali terpaksa sekali,”ujarnya.
Para pencita sepeda ontel di Jember terutama di dalam kota setiap minggunya selalu berkumpul di sekitar alun-alun Jember untuk berkampanye hemat energi. “Setelah atau sebelum bersepeda keliling kota, kami biasanya berkumpuljuga untuk saling bertukar inforamsi,”paparnya.
Bahkan kemarin saat diselenggarakan BBJ tahun ini dalam rangka HUT RI di Jember mengajukan program untuk ikut bergabung memeriahkan. “Namun karena waktunya mepet dan jadwalnya sudah tersusun maka niatan itu tidak bisa terlaksana. Tetapi waktu mendatang pada Tajemtra ada rencana ikut serta,”imbuhnya. (*)

Jumai/Erje
NILAI SEJARAH: Berbagai sepeda kuno dari berbagai merk yang masih terawat dengan baik. Selain sepeda, Nurullah juga banyak mengumpulkan benda-benda antik lainnya.

Nurullah; Anggota POJ Jember ‘’Gila’’ Mengumpulkan Barang Antik

Ingin Melestarikan, Rela Berburu ke Desa-desa

Berawal dari keinginan yang kuat untuk melestarian benda-benda kuno yang bernilai sejarah tinggi, Nurullah, seorang pensiunan Pemkab Jember kini ’’gila’’ mengumpulkan barang antik. Sejumlah barang kuno yang bernilai seni dan sejarah tinggi bisa ditemukan di rumahnya.

MEMASUKI rumah Nurullah di Jl Fatahillah V/38 Jember (gang dahlok) tak ubahnya memasuki sebuah museum mini. Ruang tamu yang tak begitu luas itu dipenuhi berbagai benda kuno yang bernilai seni tinggi. Barang-barang tersebut ditata sedemikian rupa hingga memudahkan tamu atau mereka yang ingin sekadar menikmati benda-benda kuno tersebut. ’’ Ini guci tempat menyimpan telur dan di buat saat dinasti Ching di Tiongkok sana,’’kata pensiunan dinas pengairan Pemkab Jember ini.
Selain guci, ada berbagai macam keris dan peralatan tempoe doloe lainnya. ’’Khusus keris ini saya dapatkan dari Lombok, Nusa Tenggara Barat, ’’ katanya sembari membuka tas besar berisi berbagai macam koleksi keris. Selain berburu sendiri dia juga mendapat kiriman dari sesama koleganya yang tersebar di berbagai tempat.
Saah satu tempat favorit yang menjadi tempatnya berburu benda kuno itu adalah Blok M (sebutan untuk pasar loak di belakang Johar Plaza) yang menjual berbagai barang bekas. melalui para pedagang itulah Nurullah juga mendapat informasi tentang barang antik. ’’Para pedagang senang jika saya beli karena harganya sedikit lebih tinggi, bagi kami harga nomor dua yang penting kesenangan serta niat untuk merawat benda kuno itu,’’ kata alumnus ITS ini.
Satu hal yang membuatnya begitu menggebu mengumpulkan benda kuno itu adalah semangat untuk melestarikan benda yang ikut menjadi saksi sejarah itu. ’’Contohnya sepeda, dulu sepeda ini banyak digunakan oleh para pemimpin dan tokoh bangsa ini namun masih sering disepelekan bahkan dijual kiloan,’’kata pria yang juga pernah bertugas di dinas pekerjaan umum ini.
Soal sepeda kuno, Nurullah memang mempunyai puluhan koleksi. Karena banyaknya sepeda itu, dia harus menyiapkan tempat khusus. ’’Selain rumah juga digudang,’’katanya. Tak tanggung-tanggung dia juga menyiapkan dua gudang di depan rumahnya. Gudang itu selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan, juga untuk bengkel sepeda antiknya.
Tekad untuk mengumpulkan sepeda kuno yang 90 persen masih orisinil itu menurut dia bermula saat Pieter, temannya di Belanda berkunjung ke Jember. Saat itu, meneer tersebut memintanya menyimpan dan mengumpulkan sepeda-sepeda merk lama seperti Batavus dan Fongers. ’’Karena dua pabrik sepeda itu di Eropa sana sudah tutup,’’ujarnya. Karena itulah beberapa sepeda keluaran eropa seperti Gazele, Batavus, Fongers, Releigh, dan merek-merek lainnya tersimpan dirumahnya.
Untuk menjaga ke-orisinal-an, Nurullah rela berburu dari desa ke desa di Jember. Dia membeli sendiri sepeda itu dari para pemiliknya. ’’Pemiliknya kadang tidak tahu bahwa sepedanya bernilai sejarah tinggi namun banyak ditelantarkan,’’ujarnya.
Namun tak jarang sepeda yang didapat itu dikanibal untuk diambil beberapa onderdilnya saja agar sepeda tetap orisinil. ’’Untuk satu onderdil saja kadang susah mendapatkannya,’’ tegasnya.
Kerja keras Nurullah mengumpulkan barang antik ini dikenal penggemar barang kuno dari beberapa daerah. Seperti dari Jogjakarta, Surabaya dan kota-kota lainnya. ’’ Selain bertukar barang, banyak penggemar dari luar kota yang berburu barang di Jember,’’ katanya. (Wahyudi Widodo Radar Jember)